JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi pangan ultraolahan telah dikaitkan dengan 32 penyakit, termasuk penyakit kardiovaskular, obesitas, diabetes, beberapa jenis kanker, dan depresi. Penelitian terbaru di delapan negara menunjukkan, makin tinggi konsumsi makanan ultraolahan, tingkat kematian dini populasi juga meningkat dengan angka tertinggi 14 persen.
Studi yang menganalisis data survei diet representatif nasional dan data mortalitas dari delapan negara, yakni Australia, Brasil, Kanada, Chile, Kolombia, Meksiko, Inggris, dan Amerika Serikat, ini menunjukkan kematian dini akibat yang konsumsi makanan ultraolahan meningkat secara signifikan sesuai porsinya dalam total asupan energi individu.
Laporan studi ini dimuat dalam American Journal of Preventive Medicine, pada Senin (28/4/2025). Makanan ultraolahan didefinisikan sebagai pangan siap santap yang dibuat dengan bahan-bahan yang diekstrak dari makanan atau disintesis di laboratorium, dengan sedikit atau tanpa makanan utuh dalam komposisinya.
Beberapa contoh makanan jenis ini ialah sosis, sereal, kripik kentang, nugget ayam, dan mi instan. Makanan ini secara bertahap menggantikan makanan dan sajian tradisional yang terbuat dari bahan-bahan segar dan diproses secara minimal.
Peneliti utama studi ini, Eduardo Augusto Fernandes Nilson dari Oswaldo Cruz Foundation (Fiocruz), Brasil, mengatakan, pangan ultraolahan memengaruhi kesehatan di luar dampak individu dari kandungan nutrisi penting yang tinggi, seperti natrium, lemak trans, dan gula.
Hal ini disebabkan perubahan makanan selama pemrosesan industri dan penggunaan bahan-bahan buatan. Itu termasuk pewarna, perasa dan pemanis buatan, pengemulsi, banyak aditif, dan bahan pembantu pemrosesan lainnya.
”Penilaian kematian akibat semua penyebab yang terkait dengan konsumsi pangan ultraolahan memungkinkan estimasi menyeluruh tentang dampak pemrosesan makanan industri terhadap kesehatan,” katanya.
Sejumlah riset sebelumnya berfokus pada faktor risiko diet tertentu. Studi terbaru ini memodelkan data dari survei diet representatif nasional dan data mortalitas dari delapan negara untuk menghubungkan pola diet, dengan mempertimbangkan tingkat dan tujuan pemrosesan makanan industri, terhadap kematian akibat semua penyebab.
Hasil riset menunjukkan ada korelasi kuat antara kematian dini dari semua penyebab yang dikaitkan dengan konsumi makanan ultraolahan. Variasi tingkat kematian dini ini ditentukan seberapa tinggi konsumsi makanan ultraolahan.
Kematian tertinggi di Amerika Serikat
Nilson menjelaskan perhitungan timnya. ”Kami memperkirakan hubungan linear porsi makanan ultraolahan dalam makanan dan mortalitas karena semua penyebab. Jadi, tiap peningkatan 10 persen dalam komposisi makanan meningkatkan risiko kematian karena semua penyebab sebesar 3 persen,” tuturnya.
Selanjutnya, tim periset memakai risiko relatif dan data konsumsi makanan untuk semua negara, mulai dari 15 persen dari total asupan energi di Kolombia hingga lebih dari 50 persen kalori di Amerika Serikat.
Dari data itu, para peneliti membangun model yang memperkirakan persentase kematian dini yang bisa dicegah karena semua penyebab akibat konsumsi ultraolahan.
Hasil pemodelan memperkirakan persentase kematian dini bervariasi dari 4 persen di negara-negara dengan konsumsi pangan ultraolahan lebih rendah hingga hampir 14 persen di negara-negara dengan konsumsi tertinggi. Misalnya, pada 2018 ada 124.000 kematian dini akibat konsumsi pangan ultraolahan di Amerika Serikat.
Menurut para peneliti, konsumsi pangan ultraolahan yang tinggi dikaitkan dengan 32 penyakit, termasuk penyakit kardiovaskular, obesitas, diabetes, beberapa jenis kanker, dan depresi.
Untuk pertama kali, riset ini memperkirakan beban asupan pangan ultraolahan pada kematian dini dari semua penyebab di berbagai negara amat signifikan. Hal ini menunjukkan, penanganan konsumsi pangan ultraolahan harus menjadi prioritas gizi publik global.
”Sangat mengkhawatirkan bahwa sementara di negara-negara berpenghasilan tinggi, konsumsi ultraolahan sudah tinggi, tetapi relatif stabil selama lebih dari satu dekade, di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah konsumsi terus meningkat,” kata Nilson.
”Hal ini berarti bahwa sementara beban yang disebabkan di negara-negara berpenghasilan tinggi saat ini lebih tinggi, beban tersebut terus meningkat di negara-negara lain,” tuturnya.
Menurut Nilon, kebijakan yang mengurangi konsumsi pangan ultraolahan sangat dibutuhkan secara global, dengan mempromosikan pola makan tradisional berdasarkan makanan segar lokal dan makanan yang diproses secara minimal.
Kaitannya dengan penyakit jantung
Tingginya risiko kematian dini akibat konsumsi berlebih makanan ultraolahan lantaran bahan pangan tersebut memicu penyakit jantung atau kardiovaskular.
”Ada banyak kesamaan antara makanan ultraolahan dan makanan yang tinggi lemak jenuh, gula tambahan, dan natrium, yang jadi penyebab penyakit jantung,” kata Alison Brown dari Divisi Ilmu Kardiovaskular di the National Heart, Lung, Blood Institute (NHLBI), dalam keterangan yang dikeluarkan lembaganya, pada 5 Maret 2025.
Pada tahun lalu, Alison dan tim menerbitkan salah satu studi terbesar dan terlengkap hingga kini yang menghubungkan makanan ultraolahan dengan penyakit kardiovaskular, penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Penelitian observasional tersebut mencakup studi kohort prospektif yang melibatkan lebih dari 200.000 peserta dan meta-analisis data kesehatan dari 1,2 juta orang.
Studi tersebut menunjukkan bahwa konsumsi makanan ultraolahan yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke pada orang dewasa.
Secara khusus, ditemukan bahwa peserta studi dengan asupan ultraolahan tertinggi menunjukkan risiko penyakit kardiovaskular 17 persen lebih besar, risiko penyakit jantung koroner 23 persen lebih besar, dan risiko stroke 9 persen lebih besar dibandingkan dengan mereka yang asupannya paling rendah.
”Studi kami memberikan bukti kuat ultraolahan terkait dengan penyakit kardiovaskular,” kata rekan penulis studi JoAnn Manson, profesor kedokteran di Harvard Medical School dan penerima hibah NHLBI. Namun, timnya menemukan tidak semua ultraolahan sama, beberapa di antaranya lebih buruk bagi jantung Anda daripada yang lain.
Sebagai contoh, ultraolahan yang dikaitkan risiko tertinggi penyakit jantung termasuk minuman manis dan daging olahan seperti hot dog dan daging olahan. Adapun pangan ultraolahan terkait risiko lebih rendah penyakit jantung, antara lain, ialah sereal, yogurt, dan produk gandum utuh.